Menyikapi kebijakan pembatasan kantong belanja plastik dan efektifitasnya

bijak menggunakan kantong plastik sekali pakai



Beberapa waktu lalu opini masyarakat menyeruak dengan adanya uji coba kebijakan kantong plastik berbayar yang dimulai dari supermarket dan pertokoan modern.

Tujuan utamanya memang untuk mengurangi penggunaan kantong plastik agar mengurangi timbulan sampah plastik.

Namun sayangnya, kebijakan ini hanya sebatas angin lalu yang tak memiliki dampak signifikan.

Bagaimana tidak, kebijakan tentang adanya biaya tambahan untuk kantong plastik saat berbelanja di pusat perbelanjaan modern tersebut memang terasa kurang efektif mengingat biaya yang dibebankan untuk selembar kantong plastik hanya sebesar Rp. 200,- alias dua ratus rupiah saja.

Padahal sesungguhnya plastik yang para pengusaha ritel sediakan selama ini tentunya sudah terhitung dalam biaya operasional mereka.

Logika kasarnya lagi, yang berbelanja ke supermarket dan ritel itu kan sebagian besar kalangan menengah ke atas, yang mana untuk membeli selembar kantong plastik seharga 200 rupiah bukanlah sesuatu yang memberatkan. Bahkan untuk 10 lembar kantong plastik sekalipun.

Hasilnya, konsumen tetap saja menggunakan kantong plastik alih-alih lupa membawa tas belanja sendiri.

Menurut hemat saya, kontribusi terbesar sampah kantong plastik itu justru dari pasar tradisional. Pun plastik yang digunakan sebagian besar bukan standar SNI.

Meski demikian, saya sangat mengapresiasi inisiatif ini, walaupun eksekusinya masih kurang optimal menurut saya.

Selaras dengan inisiatif tersebut, gubernur Bali bapak I Wayan Koster telah membuat langkah kongkrit dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai yang tertuang dalam Pergub No. 97 tahun 2018, dan juga merupakan pergub ke 3 yang disetujui setelah pelantikannya di pertengahan tahun yang sama.


kantong belanja keren

Kebijakan Tentang Kantong Plastik Sekali Pakai

Kebijakan tentang larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai ini disebutkan telah sesuai dengan visi gubernur I Wayan Koster,
yaitu “Nangun Sat Kerthi Loka Bali” yang memiliki arti menjaga kesucian dan keharmonisan alam Bali beserta isinya untuk mewujudkan kehidupan Krama Bali yang sejahtera dan bahagia menuju Bali era Baru, namun tetap berdasar pada nilai-nilai Tri Hita Karana yang berakar pada kearifan lokal Sad Kerthi.


Baca Juga: Gagal Menikmati Deburan Ombak di Wisata Water Blow Nusa Dua Bali



Dalam kebijakan ini, para pelaku usaha ritel termasuk usaha makanan atau restoran tidak diperbolehkan menyediakan kantong plastik sekali pakai secara gratis maupun berbayar, semisal 200 rupiah.

Sebagai gantinya, untuk mengantisipasi konsumen yang belum mengetahui kebijakan ini dan atau lupa membawa tas belanja sendiri, toko ritel dan supermarket boleh menyediakan kantong belanja berbahan non-plastik yang tentunya dengan pembelian.

kantong belanja non plastik
tas belanja non-plastik yang disediakan toko modern 


Larangan Penyediaan Kantong Plastik, sudah efektif kah?

Langkah kongkrit ini menurut saya sangat perlu diapresiasi dan didukung dengan baik oleh berbagai pihak terlebih seluruh masyarakat yang tinggal di Bali.
Karena sejauh ini, dan yang saya ketahui, kebijakan ini belum sepenuhnya diimplementasikan dengan baik oleh masyarakat banyak dan masih berfokus pada supermarket dan toko modern saja.

Sedangkan pada level pasar tradisional dan toko konvensional, hanya sebagian kecil saja yang sudah memberlakukan kebijakan ini.
Karena kebetulan di pasar tempat saya tinggal pun para pedagang masih menggunakan kantong plastik sebagaimana biasanya.

Lucunya lagi, bahkan ketika saya berbelanja dengan membawa tas belanja sendiri, para penjual ada yang masih memaksakan pemakaian kantong plastik pada belanjaan yang saya beli.


Teringat juga dengan cerita salah satu teman saya yang kebetulan memiliki kepedulian tinggi terhadap dampak sampah plastik.

Menurut penuturan beliau, saat beliau ini berbelanja ikan di sebuah pasar tradisional di sekitaran Denpasar dan membawa wadah sendiri agar ikan tidak perlu dibungkus plastik, justru mendapat respon yang kurang welcome oleh si penjual ikan.

Pasalnya, tangan para penjual ini sudah auto mengambil dan membuka kantong plastik untuk membungkus dagangannya.
Meskipun pada akhirnya si penjual tersebut menyadari seandainya semua pelanggannya membawa wadah sendiri, tentunya akan mengurangi biaya operasional mereka.


Secara pribadi saya kurang paham juga sejauh mana pergub ini telah diberlakukan dan bagaimana realisasi dari pihak pemerintah terkait.
Termasuk sejauh mana tim khusus bentukan pemprov dalam upaya sosialisasi, pembinaan dan pengawasan terhadap implementasi di lapangan.

Realitanya, di kota tempat saya tinggal masih banyak penjual sayur membungkus hampir setiap item dagangannya dalam kemasan plastik untuk setiap porsi harga, misalnya cabe rawit atau wortel atau satu paket sayur sop dan sebagainya.



Memang benar, alasannya tentu saja untuk kemudahan saat proses jual beli baik bagi pembeli maupun penjual, terutama di saat jam ramai pengunjung.
Tapi bagaimana dampak sampah yang ditimbulkannya?

Lalu apakah penggunaan plastik jenis ini juga termasuk dalam rujukan kantong plastik yang dimaksud dalam pergub?

Berikut 3 jenis plastik yang dibatasi penggunaannya dalam Pergub ini, yaitu: 

  1. Kantong plastik, 
  2. Polysterina (styrofoam), 
  3. Sedotan Plastik.


Dilema lain yang muncul adalah ketika kita tidak ada rencana belanja, khususnya belanja yang membutuhkan pembungkus, seperti misalnya makanan.

Sejauh ini, saya pribadi berusaha untuk selalu membawa wadah tempat makan saat ingin membeli makanan. Namun ketika diluar rencana saat kami dalam perjalanan dan ingin membeli makanan, maka mau tidak mau harus dibungkus dengan plastik.

Jujur kadang saya merasa berdosa, lho.

Sepele sih kelihatannya, hanya sebungkus plastik ini, bisa jadi tidak berpengaruh pada timbunan sampah yang ada.
Tapi coba bayangkan jika dari kita semua menyadari untuk mengurangi penggunaan plastik sekali pakai ini, tentunya hasilnya akan signifikan, bukan.

Kalau saya saja bisa sadar, saya percaya teman-teman semua pasti juga sadar akan masalah sampah plastik yang terus bertambah setiap tahunnya ini.

Karena semua berawal dari kesadaran diri kita sendiri, kalau bukan kita yang memulai, lalu siapa?



Plastik Sekali Pakai dan Timbulannya

Ini contoh kecilnya, saat saya berbelanja kebutuhan harian untuk dapur, setidaknya saya membawa pulang 1 kantong plastik besar pembungkus semua belanjaan dan beberapa plastik kecil pembungkus setiap item belanjaan saya.

Belum lagi ketika membeli camilan atau snack, maka bertambah pula sampah plastik di rumah saya. Bagaimana jika digabung dengan sampah milik tetangga saya, sekomplek perumahan, sekecamatan dan seterusnya.
Maka tak ayal jika akan terbentuk gunungan sampah plastik di TPA.


Data dari kementrian perindustrian, jumlah timbunan sampah perkotaan di Bali tahun 2017 mencapai 11.730 m3/hari, dimana jumlah sampah plastik sebanyak 246, 33 m3/hari.

source: kemenper.go.id 



Kantong plastik untuk membungkus sampah lain

Ada yang punya dilema seperti saya ini nggak?

Disatu sisi saya punya keinginan ambil andil dalam pengurangan sampah kantong plastik, meskipun hanya sebatas skala pribadi.
Disisi lain, saya membutuhkan kantong plastik bekas ini untuk membungkus sampah saya yang lainnya.

Ironis nggak sih?

Ceritanya waktu lalu saya berkomitmen untuk selalu membawa kantong belanja sendiri kemanapun, baik belanja di toko modern maupun konvensional. Bahkan untuk membeli makanan siap santap pun saya berlakukan membawa wadah dan kantong sendiri.

Begitu juga saat membeli camilan ke warung kelontong depan gang, saya menolak kantong plastik yang diberikan si empunya toko dan memilih untuk menentengnya dengan tangan begitu saja.

Seminggu berlalu, saya pun frustasi mencari kantong plastik bekas yang stoknya mulai habis  untuk membungkus sampah rumah tangga kami. Sedangkan lokasi titik bak sampah di lingkungan saya lumayan jauh dari rumah tinggal saya, sekitar 1,5 hingga 2 kilometer.

Nggak mungkin kan saya nenteng tong sampah pakai motor sejauh 2 kilometer?

Seandainya saja ada gerobak keliling untuk mengambil sampah door to door, mungkin kasus kantong plastik untuk membungkus sampah ini bisa lebih ditanggulangi.


Di desa tempat ibu saya tinggal, sebutlah di Jawa, disediakan jasa angkutan sejenis Tossa guna mengambil sampah door to door untuk nantinya dikumpulkan pada pusat bak sampah yang kemudian diangkut oleh truk sampah berukuran besar hingga ke TPA.

Tentu saja berbayar, dan saya anggap ini bukan pungutan liar, karena kita membeli jasa tersebut.
Selama biaya yang dikenakan sesuai, saya rasa itu oke saja.

Eh tapi bahkan di beberapa desa saya mendengar ada bantuan Tossa dari pemerintah terkait, namun untuk pungutan bayaran jasa saya kurang paham.
Pastinya ada biaya operasional seperti bbm dan tenaga pengangkut yang terhitung secara nominal, entah itu diambil dari anggaran desa atau murni iuran warga.

Dengan begitu, penggunaan kantong plastik untuk membungkus sampah bisa diminimalisir, karena sampah yang dikumpulkan di tong sampah rumah tangga akan langsung dituang ke dalam gerobak sampah keliling tadi.
Bisa disebut juga sistem penjemputan sampah cara klasik sebenarnya, seperti jaman dulu.


Sempat juga sih saya mendengar slentingan kabar bahwa masyarakat justru dihimbau untuk membakar sampah rumah tangga secara pribadi di halaman rumah.
Meskipun hingga saya menulis ini, saya belum yakin akan kebenaran berita termaksud, tapi jikalau ini benar, sungguh saya menyayangkan dengan himbauan tersebut.

Menurut saya pribadi, membakar sampah di area rumah bukan solusi yang bijaksana.
Sebut saja resiko kebakaran, atau paparan asap atau tidak adanya lahan untuk membakar sampah.

Resiko kebakaran ini juga sering terjadi, bahkan setidaknya ada 2 kasus kebakaran rumah akibat bakaran sampah yang saya ketahui karena kebetulan berada di dekat lingkungan tempat tinggal saya.

Pun dengan paparan asap akibat pembakaran, saya pribadi kebetulan memiliki alergi terhadap asap, jadi saya cukup terganggu jika ada tetangga saya yang membakar sampah dan asapnya sampai ke sekitar rumah saya.

Belum lagi jika ada bayi yang terpapar, tentunya resiko seperti ISPA dan dampak buruk lainnya juga besar potensi timbulnya.

Untuk masalah pembuangan sampah ini, saya pribadi sangat berharap segera ada solusi yang baik dan bijaksana dari pemerintah terkait agar dapat mengurangi jumlah sampah dibungkus dengan kantong plastik, sampah dibakar di area pemukiman warga dan juga sampah yang dibuang di kali akibat tempat pembuangan sampah yang terlalu jauh.

Tulisannya 'komposter' kenapa jadi bak sampah?

Upaya kecil pengurangan sampah plastik

Kita semua paham, bahwa akan sulit sekali menghindari penggunaan plastik sekali pakai ini.

Bukan tidak bisa ya, bisa, tapi tidak mudah.

Personaly saya juga sangat mendukung gerakan diet kantong plastik, tapi sekali lagi, itu nggak mudah.

Penggunaan yang lebih fleksible, mudah dibawa, juga murah, tentunya membuat kantong plastik sebagai pilihan paling gampang untuk packaging and carrying.
Itu kenapa akan sangat sulit untuk kita benar-benar terlepas dari penggunaan kantong plastik.

Lalu bagaimana upaya kita selain tentu saja mengurangi penggunaannya?


Berikut beberapa rangkuman ide yang pernah saya baca;

1. Yang jelas, mulailah dengan mengurangi penggunaan plastik sekali pakai.

Upayakan sedia kantong belanjaan kemana pun kita bepergian, baik saat berbelanja ke toko modern -karena memang tidak tersedia-, pun saat berbelanja ke pasar tradisional yang notabene belum semuanya memberlakukan kebijakan kantong plastik ini. 
Termasuk menyiapkan wadah (bukan sekali pakai) untuk pembelian makanan dan bahan makanan basah seperti daging ayam, ikan dan sejenisnya.


2. Sebisa mungkin pilah-pilah sampah yang ada, seperti mengelompokkan sampah organik, plastik, sejenis kertas, botol dan lain sebagainya.

Yang pasti ini butuh kesabaran dan keikhlasan, saya pun masih dalam tahap belajar membiasakan.

Dalam hal ini saya juga berharap pihak terkait lebih disiplin dalam hal pemilahan sampah. Karena meskipun tong sampah tersedia dengan tiga bahkan lima kategori, kenyataannya saya sering melihat semua sampah tercampur rata diatas truk pengangkut.

Padahal kalau berkaca dari negara maju, perkara pemilahan sampah ini sangat tertib.

bak sampah terpilah yang benar
contoh bak sampah terpilah yang baik,
dengan keterangan peruntukan sehingga mudah dipahami masyarakat umum.

contoh kurangnya kesadaran masyarakat dengan bak sampah terpilah


3. Setelah memilah dan mengelompokkan sampah tersebut, kita bisa memanfaatkannya untuk hal lain. 

Misalnya membuat pupuk organik dari sampah organik, di banyak desa di jawa dan mungkin bali sepertinya sudah ada edukasi tentang pebuatan pupuk ini melalui kegiatan PKK atau sejenis. Begitu juga dengan sampah botol dan kantong plastik.

Nah, kebetulan beberapa waktu lalu suami saya mencari unggahan di internet tentang pemberdayaan sampah botol plastik yang numpuk di tokonya.

Kemudian paksu (pak suami) menemukan unggahan tentang ide kreatif dengan mengelola botol plastik bekas dan sampah kantong plastik untuk bisa dijadikan berbagai macam perkakas, seperti: kursi, meja, mainan anak-anak dan lainnya.

Caranya cukup mudah, kita hanya perlu memasukkan sampah plastik (pastikan kondisi terbebas dari bahan yang mudah membusuk) ke dalam botol plastik bekas yang telah dikeringkan.
Kemudian tekan-tekan menggunakan stik kayu atau sejenis agar isian padat sehingga botol tidak mudah penyok.

project kami yang rencananya akan membuat bak mainan mandi bola untuk anak kami, dek Rara.


Kumpulkan botol bekas berisi sampah plastik ini sebanyak mungkin sesuai dengan perkakas yang akan dibuat.

botol ecobrick
Foto ilustrasi: news.trubus.id

contoh kreasi ecobrick
contoh kreasi meja dan kursi dari botol plastik bekas (ecobrick),
source: instasaver.org

Memang bukan solusi untuk mengurangi sampah plastik yang ‘sesungguhnya’, namun asumsi saya, dengan demikian ini setidaknya mengurangi sampah plastik yang berserakan di jalan yang nantinya akan terbang ke got-got dan kali lalu menyebabkan banjir hingga kemudian akan menumpuk di laut dan menjadikan laut kita kolam sampah.


Baca Juga: Pantai Kedungu - The Next of Tanah Lot


Pada akhirnya, kita semua harus segera sadar dan peduli terhadap kelestarian lingkungan kita dengan merubah pola mengelola sampah yang baik, serta tidak membuang sampah sembarangan meskipun itu sekecil bungkus permen yang sering kali kita remehkan.

Dari langkah kecil ini, mari bersama-sama menjaga bumi Bali kita agar tetap indah dan nyaman bagi semua Krama, pendatang maupun turis mancanegara yang pada akhirnya bersinergi pada kelangsungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Bali dan Indonesia.


Ayo teman dan Semeton selamatkan bumi kita dari sampah plastik yang berserakan!


Salam damai dari Bali, Om Swastiastu.




annyeong,
Next Post Previous Post
10 Comments
  • Ilham Sadli
    Ilham Sadli 07 Juli, 2019

    Aku sering begitu, ingin gitu kemana-mana bawa Ransel biar beli barang gak usah pake kresek...

    Tapi ya itu, dilema ketika kresek gede akhirnya difungsikan buat tempat sampah. Ya walaupun akhirnya harus dibakar atau diangkut sama kang sampah tiap pagi.

    Kalau di Lombok sih, selarang anak muda lagi gerak biar ada bank sampah dan mengurangi sampah plastik itu

    • Sera Wicaksono
      Sera Wicaksono 07 Juli, 2019

      kalau baca data nya sih di tabanan juga ada beberapa bank sampah, sayangnya aku gatau dimana aja itu wkwkwk.

      kalau untuk praktek bikin kompos dari sampah organik, baru 2 kali dan gagal semua gara2 geli sama belatungnya, aseli.

  • Bang Day
    Bang Day 08 Juli, 2019

    Setuju ma quotenya. Kalo bukan kita siapa lagi.

    Dan mulai dari yang kecil2 yang kita bisa.

    Misale ke pasar bawa tas plastik bekas untuk belanjaan kita.

    Saya n keluarga baru mulai dengan itu sih dan mengganti sedotan plastik dengan stainles pake ulang.

    Tapi butuh konsistensi sih. Kadang khilaf juga hehehe

  • Sera Wicaksono
    Sera Wicaksono 08 Juli, 2019

    Iya emang butuh komitmen dan keikhlasan, saya juga sering khilaf hehe.

    Tapi kl sedotan emang belum beli yg stainless, nabung dulu haha

  • Bang Day
    Bang Day 13 Juli, 2019

    Nah sedotan stainles butuh semangat juga untuk nyucinya :D

    • Sera Wicaksono
      Sera Wicaksono 13 Juli, 2019

      Haha ember, emang kl sudah nyaman susah move on.

  • Alfan Ismail
    Alfan Ismail 15 Juli, 2019

    Disatu sisi masarakat sudh terbiasa dengan kantong plastik simpel murah mudah didapat, disisi lingkunganlah yang paling banyak di rugikan karena prosea urainya memang lama, mKanya banyak peraturan tentang plastik, namun semua kembali ke diri kita masing2 dalam menyikapi plastik itu sendiri

    • Sera Wicaksono
      Sera Wicaksono 15 Juli, 2019

      harapannya sih semakin banyak masyarakat yg sadar dan peduli lingkungan, agar lingkungan hidup masa datang tetap terjaga baik

  • Yuni Handono
    Yuni Handono 16 Juli, 2019

    Sebenarnya bagus juga himbauan untuk mengurangi sampah plastik di Bali, cuma realisasinya yang kurang. Jadi ingat saat posyandu. Sudah diumumkan suruh bawa tempat dari rumah Krn sekarang sdh tidak dibolehkan memakai plastik untuk wadah kacang ijo. Walhasil tidak ada yang bawa wadah, dan bubur kacang ijo yang sedianya untuk PMT balita masih nyisa banyak....harus ada sosialisasi ke masyarakat tentang limbah plastik dan dampaknya supaya seluruh lapisan masyarakat Bali sadar diri dan bersedia diajak mengurangi sampah plastik.

    • Sera Wicaksono
      Sera Wicaksono 17 Juli, 2019

      iya sih memang untuk sosialisasi dan pembinaan ke tingkat paling bawah yang kurang optimal. kalau hanya sebatas pembatasan di level toko ritel saja hasilnya masih jauh dari kata efektif.

Add Comment
comment url